Tim Monitoring Warisan Budaya dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Gunungkidul mengunjungi Rumah Mbah Pairah, nenek 80 tahun yang merupakan keturunan dan generasi ke-5 dari Demang Wonopawiro. Sosok Demang Wonopawiro memiliki tempat khusus bagi masyarakat Gunungkidul karena disebut-sebut terlibat langsung dalam memimpin babad alas nangka doyong yang menjadi cikal bakal Wonosari sebagai Ibukota Gunungkidul serta tanda dimulainya babak baru dalam sejarah Gunungkidul modern.

Mbah Pairah bersama suaminya Mbah Basuki Wibowo saat ini menempati ‘rumah tabon’ dari pendahulunya tersebut. Bila dilihat sekilas bangunan ini telah mengalami pembaharuan terutama bagian fasad yang kini telah ditembok dan dibangun dengan gaya kekinian, selebihnya semua bagian masih asli.

Susunan rumah ini terdiri dari Jolgo, Limasan, Limasan, dan Pringgitan. Lantai Bangunan ini menggunakan lantai sesek, namun pada bagian belakang sudah menggunakan lantai tanah karena sesek aus termakan waktu. Sementara umpak menggunakan batu putih. Bagian dinding menggunakan gebyog kayu jati. Keistimewaan bangunan ini selain memiliki nilai penting sejarah, juga memiliki berbagai macam pusaka tinggalan dari Demang Wonopawiro. Pusaka tersebut diantaranya berupa tombak, keris dan pedang yang kondisinya masih terawat hingga kini.

Pada tahun ini, rumah Tabon Demang Wonopawiro dikaji oleh Tim Ahli Cagar Budaya. “Rumah ini kita kaji, sekarang kita sedang menginventarisir data-data pendukung untuk penyusunan naskah rekomendasi” Kata anggota Tim Ahli Cagar Budaya yang juga seorang arsitek Ir. Winarsih.
Menyambung pernyataan Winarsih, di tempat yang berbeda Agus Mantara Kepala Bidang Pelestarian Warisan dan Nilai Budaya Dinas Kebudayaan Gunungkidul juga menyampaikan dukungan terhadap pelestarian Rumah Tabon Demang Wonopawiro “Yang penting bangunan tersebut sudah kita tetapkan sebagai Cagar Budaya dulu, kalo sudah CB kita mudah untuk melakukan pelestarian. Studi Teknis dan Pemugaran kan dasarnya SK Cagar Budaya” Lanjut Agus Mantara.